MAKALAH BAHASA INDONESIA
GAMBARAN BAHASA INDONESIA DALAM UNDANG - UNDANG
NAMA: Dhika Rizky
Dwisyahputra
NIM: B1A015099
DOSEN: Dana Aswadi, M.Pd.
FAKULTAS
HUKUM
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
D. Manfaat
BAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 3 PEMBAHASAN
1. Sejarah Bahasa Indonesia dan kapan
Bahasa Indonesia dijadikan sebagai Bahasa resmi Bangsa Indonesia
2. Isi Undang – Undang yang mengatur Bahasa
Indonesia
3. Penggunaan Bahasa Indonesia yang benar
sesuai menurut Undang - Undang
BAB 4 PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
A. Simpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Kata
Pengantar
Bismillahirahmanirrahim,
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, saya panjatkan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang gambaran
Bahasa Indonesia dalam undang - undang. Makalah ilmiah ini bertujuan untuk tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia oleh Dosen Dana Aswadi, M.Pd. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas
dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu saya minta maaf
bila ada kata – kata yang kurang berkenan atau kesalahan pada penulisan makalah
ini.
Akhir
kata, saya berharap semoga makalah ilmiah tentang gambaran Bahasa Indonesia
dalam undang – undang ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.
Banjarmasin, 18 Mei 2016
Dhika Rizky Dwisyahputra
NIM: B1A015099
BAB
I
Pendahuluan
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia
sudah 70 tahun merdeka, sehingga Bahasa Indonesia telah mengalami banyak
perubahan – perubahan zaman di Indonesia. Kebangkitan nasional telah mendorong
perkembangan bahasa Indonesia dengan pesat. Peranan kegiatan politik,
perdagangan, persuratkabaran, dan majalah sangat besar dalam memodernkan bahasa
Indonesia.
Proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengukuhkan kedudukan
dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara. Kini
bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia, baik di
tingkat pusat maupun daerah.
B.
Rumusan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas:
1. Sejarah Bahasa Indonesia dan kapan
Bahasa Indonesia dijadikan sebagai Bahasa resmi Bangsa Indonesia
2. Isi Undang – Undang yang mengatur Bahasa
Indonesia
3. Penggunaan Bahasa Indonesia yang benar
sesuai menurut Undang - Undang
C.
Tujuan
Tujuan makalah ini adalah untuk
memberikan edukasi tentang gambaran Bahasa Indonesia agar mendapatkan kedudukan
nya yang layak di tengah perkembangan zaman sekarang ini.
D.
Manfaat
Agar dapat memberikan pengetahuan
tentang Bahasa Inonesia sehingga pembaca dapat memahami seluk beluk Bahasa
Indonesia.
Bab
II
Landasan
Teori
Bahasa
Indonesia adalah bahasa Melayu yang dijadikan sebagai bahasa resmi Republik Indonesia
dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan
penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari
sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi.
Dari
sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam
bahasa Melayu. Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan
Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan
akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial
dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa
Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928,
untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa
Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat
ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya.
Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus
menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari
bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun
dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia
bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia
menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa
ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari
(kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa
ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di
perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat
resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa
bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Bab
III
Pembahasan
1.
Sejarah Bahasa Indonesia dan kapan Bahasa Indonesia diakui sebagai Bahasa resmi
Bangsa Indonesia
Bahasa
Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang
bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara
kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.
Aksara
pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau
Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di
Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang
menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya
sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang
Hari, Jambi, di mana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi
menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek
Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.
Istilah
Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha
pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara
geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan
sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah
Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu
tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut
juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.
Ibukota
Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan
masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya
yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi
klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di
Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa
penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga
Laguna.
Bahasa
Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o"
seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung
Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.
Dalam
perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (Hujung Medini)
dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat
mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung
Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau
Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia.
Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat
"e".
Kesultanan
Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora
sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga
berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan
penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga
memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako,
Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a"
seperti bahasa Melayu Baku.
Penduduk
asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek
moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu
kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu
untuk menamakan kepulauan Nusantara.
Secara
sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek
moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu
terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu
Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan
perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan
makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya di dalamnya juga
telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.
M.
Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai
berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor
genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku
berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan
lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan
Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu
Kerajaan
Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa
Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di
Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang
bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa
dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas,
karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[10]
dan Pulau Luzon.[11] Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala,
kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada
abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik
(classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan
Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya
terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan
Semenanjung Malaya.[butuh rujukan] Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires,
menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera
dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru
bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah
mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai
akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata
bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta
kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau
masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung
hingga sekarang.
Kedatangan
pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan
informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa
Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan
sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela.
Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi,
kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga
awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel
adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa
yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa
Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan
Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan
dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu,
loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan
Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad
ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang
paling penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu
ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan
menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan
bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses
pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di
Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga
menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa
di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar
bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19).[13]
Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para
peneliti bahasa.
Terobosan
penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana
Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa
Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang
full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional pada masa itu,
karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga
akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa
Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan
tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi
memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi
kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga.
Bahasa
Indonesia
Pemerintah
kolonial Hindia Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk
membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa
Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada
bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah
sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu
pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra
dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa
Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu
Riau-Johor.
Pada
awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai
terlihat. Pada tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan
Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi
bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van
Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van
Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan
Ibrahim.
Intervensi
pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur
("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini
menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A.
Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil
di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah.
Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar
700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa
persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin,
seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres
Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia
dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa
persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa
Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa
persatuan."
Selanjutnya
perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh
sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar,
Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar.
Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis,
maupun morfologi bahasa Indonesia.
2.
Undang – Undang yang mengatur Bahasa Indonesia dan isinya
Bahasa Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Bab III
Tentang Bahasa Negara. Isinya:
BAB III
BAHASA NEGARA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 25
(1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan
sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang
diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28
Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang
dikembangkan sesuai dengan dinamika
peradaban bangsa.
(2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa,
kebanggaan nasional, sarana pemersatu
berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi
antardaerah dan antarbudaya daerah.
(3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi
negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan,
pengantar pendidikan, komunikasi tingkat
nasional, pengembangan kebudayaan
nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana
pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
dokumen resmi negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara
yang lain yang disampaikan di dalam atau
di luar negeri.
Pasal 29
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing
untuk tujuan yang mendukung kemampuan
berbahasa asing peserta didik.
www.hukumonline.com
11 / 40
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk
satuan pendidikan asing atau satuan
pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.
Pasal 30
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.
Pasal 31
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan
lembaga negara, instansi pemerintah
Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau
perseorangan warga negara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak
asing ditulis juga dalam bahasa nasional
pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat
internasional di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam
forum yang bersifat internasional di luar negeri.
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan
swasta.
(2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga
pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang belum mampu berbahasa Indonesia
wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam
pembelajaran untuk meraih kemampuan
berbahasa Indonesia.
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi
pemerintahan.
Pasal 35
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di
Indonesia.
(2) Penulisan dan publikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian
khusus dapat menggunakan bahasa daerah
atau bahasa asing.
Pasal 36
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
nama geografi di Indonesia.
(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk
nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
www.hukumonline.com
12 / 40
permukiman, perkantoran, kompleks
perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga
pendidikan, organisasi yang didirikan atau
dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa
daerah atau bahasa asing apabila memiliki
nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau
keagamaan.
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
informasi tentang produk barang atau jasa produksi
dalam negeri atau luar negeri yang beredar
di Indonesia.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau
bahasa asing sesuai dengan keperluan.
Pasal 38
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum,
spanduk, dan alat informasi lain yang
merupakan pelayanan umum.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa
daerah dan/atau bahasa asing.
Pasal 39
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
informasi melalui media massa.
(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau
bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus
atau sasaran khusus.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan
Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bagian Ketiga
Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan
Bahasa Indonesia
Pasal 41
(1) Pemerintah wajib mengembangkan,
membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia
agar tetap memenuhi kedudukan dan
fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, sesuai dengan perkembangan
zaman.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan
berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
www.hukumonline.com
13 / 40
Pasal 42
(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan,
membina, dan melindungi bahasa dan sastra
daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan
fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman dan agar tetap
menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.
(2) Pengembangan, pembinaan, dan
pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara bertahap, sistematis, dan
berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi
lembaga kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan,
pembinaan, dan pelindungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Pemerintah.
Pasal 43
(1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga
negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi
berbahasa asing dalam rangka peningkatan
daya saing bangsa.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Keempat
Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia
Menjadi Bahasa Internasional
Pasal 44
(1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa
Indonesia menjadi bahasa internasional secara
bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.
(2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia
menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga
kebahasaan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Lembaga Kebahasaan
Pasal 45
Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal
44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada
Menteri.
3.
Penggunaan Bahasa Indonesia yang benar sesuai menurut Undang – Undang
Penggunaan Bahasa Indonesia di dalam
Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2009 Bab III Tentang Bahasa Negara, Bagian kedua:
Bagian Kedua
Penggunaan Bahasa Indonesia
Pasal 26
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
peraturan perundang-undangan.
Pasal 27
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
dokumen resmi negara.
Pasal 28
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara
yang lain yang disampaikan di dalam atau
di luar negeri.
Pasal 29
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan
sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.
(2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing
untuk tujuan yang mendukung kemampuan
berbahasa asing peserta didik.
www.hukumonline.com
11 / 40
(3) Penggunaan Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk
satuan pendidikan asing atau satuan
pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.
Pasal 30
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.
Pasal 31
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan
lembaga negara, instansi pemerintah
Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau
perseorangan warga negara Indonesia.
(2) Nota kesepahaman atau perjanjian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak
asing ditulis juga dalam bahasa nasional
pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.
Pasal 32
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat
internasional di Indonesia.
(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam
forum yang bersifat internasional di luar negeri.
Pasal 33
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan
swasta.
(2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga
pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang belum mampu berbahasa Indonesia
wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam
pembelajaran untuk meraih kemampuan
berbahasa Indonesia.
Pasal 34
Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi
pemerintahan.
Pasal 35
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di
Indonesia.
(2) Penulisan dan publikasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian
khusus dapat menggunakan bahasa daerah
atau bahasa asing.
Pasal 36
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
nama geografi di Indonesia.
(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.
(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk
nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
www.hukumonline.com
12 / 40
permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan,
merek dagang, lembaga usaha, lembaga
pendidikan, organisasi yang didirikan atau
dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia.
(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa
daerah atau bahasa asing apabila memiliki
nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau
keagamaan.
Pasal 37
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
informasi tentang produk barang atau jasa produksi
dalam negeri atau luar negeri yang beredar
di Indonesia.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau
bahasa asing sesuai dengan keperluan.
Pasal 38
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum,
spanduk, dan alat informasi lain yang
merupakan pelayanan umum.
(2) Penggunaan Bahasa Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa
daerah dan/atau bahasa asing.
Pasal 39
(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam
informasi melalui media massa.
(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau
bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus
atau sasaran khusus.
Pasal 40
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan
Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam
Peraturan Presiden.
Bab IV
Penutup
Kesimpulan
Penggunaan bahsa Indonesia yang baik
dan benar tercantum dalam Undang – Undang nomor 24 Tahun 2009, sehingga
penggunaan nya seharusnya sesuai dengan aturan yang ada di dalam Undang –
Undang tersebut. Jika terdapat penyimpangan penggunaan Bahasa yang tidak sesuai
dengan aturan itu, maka itu tidaklah sesuai dengan Bahasa Indonesia. Seharusnya
dengan undang – undang itu sesuai lah dengan tujuan nya untuk Indonesia.
Saran
Dengan makalah ini seharusnya sudah
dapat memahamai bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia menurut undang – undang.
Dalam penggunaan Bahasa Indonesia sehari – hari haruslah sesuai ejaan nya yang
baik dan benar atau sesuai dengan EYD.
Sumber:
http://baris-info.blogspot.co.id/2011/06/siapa-pencipta-bahasa-indonesia-asal.html